Minggu, 09 Desember 2012


YANG DATANG, YANG PERGI.. SILIH BERGANTI..


Hidup memang hanya tempat bersinggah..

Seperti layaknya kendaraan umum yang disinggahi oleh ribuan bahkan jutaan orang yang berbeda-beda. Orang hanya naik sebentar, dan turun saat tujuannya sudah sampai.

Begitu banyak yang datang dan pergi dalam kehidupanku. Semuanya memberikan segores warna yang memperkaya kanvas pembelajaran hidup.

Terkadang yang datang membuatku terdiam diliputi pertanyaan. Membuatku berjuang melatih kesabaran. Tapi saat dia pergi, hati terdalamku merasakan sekeping kehilangan..

Tuhan sedang mengajarkan hidup melalui kedatangan dan kepergian orang-orang ini. Banyak yang Dia ajarkan : kekuatan mental, kesabaran, daya tahan, ketelitian, fleksibilitas, kebijaksanaan, rasa keberlimpahan untuk orang lain, dan cinta..

Setiap orang yang pergi dan akan pergi memberikan kenangannya masing-masing.. Aku akan merindukan mereka.. Senda gurau, canda tawa, isak tangis, duka nestapa, kesal dan prasangka.. Semua adalah pelajaran dan tuntunan saat direnungkan..

Satu sahabat bahkan baru saja pergi dan tak akan kembali.. Meninggalkan sejuta kenangan dan hikmah yang mendalam. Mengajarkan tentang syukur dan penyerahan diri total akan kehendak Sang Pencipta..

Yang datang dan akan datang selalu memberikan secercah harapan. Harapan akan hari yang lebih baik dan cerah. Lebih bermakna dan penuh..

Yang berubah dan akan berubah pun tidak terasa menakutkan lagi.Terbukanya makna hidup telah memunculkan ketenangan yang tak biasa. Hal yang sangat kusyukuri..

Jadi, naiklah dan arungi hidup yang hanya singgah ini dalam kesadaran.. Kesadaran bahwa kita sedang menuju ke suatu tempat yang bukan ini. Kita kapan pun akan turun, atau diturunkan tanpa kita tahu waktunya. Jadi bersiaplah..
 
Sampai bertemu di tempat yang sudah dijanjikan..

 

***

 

 

Minggu, 02 Desember 2012



A Thousand Years...


Alunan suara Christina Perri dan Steve Kazee mendayu-dayu menyanyikan lagu A Thousand Years, sementara layar memainkan flashback kenangan-kenangan Bella dari awal pertemuan dengan Edward sampai saat terakhir. Membiarkan untuk pertama kali pikirannya dibaca oleh sang kekasih.

Orang-orang mulai berdiri dan bergiliran keluar dari Studio 4 XXI Ciwalk, tapi aku tetap duduk dan menikmati layar dan lagunya sampai akhir. Menarik sekali melihat akhir dari epic Twilight Saga ini ditutup dengan pertempuran hebat dengan Volturi, yang meskipun tidak nyata, tetapi cukup menguras adrenalin dan memompa detak jantungku.

Perjalanan cinta Bella dan Edward yang berbeda species ini memang menarik untuk disimak dan dinikmati. Ke-empat novelnya sudah habis kulahap; mulai dari Twilight, New Moon, Eclipse, dan terakhir Breaking Dawn yang super tebal itu. Meskipun terlambat mengenalnya, tapi cerita besutan Stephanie Meyer ini benar-benar telah membuatku kepincut.

Apalagi lagu-lagu soundtrack film-nya keren-keren. Tidak membosankan untuk didengarkan terus menerus. Bella’s Lullaby dan A Thousand Years adalah lagu favoritku yang kerap terdengar dari speaker laptopku.

A Thousand Years versi baru yang menjadi soundtrack film Breaking Dawn Part 2 ini memang agak berbeda dengan versi awalnya. Selain ada perubahan lirik lagu, Christina Perri pun bernyanyi dengan Steve Kazee. Memberi nuansa yang berbeda sekaligus penutup yang manis sekaligus romantis untuk adegan terakhir film tsb.

Lagu itu betul-betul menggambarkan cinta Edward dan Bella yang begitu mendalam dan tanpa syarat. Unconditional love. So sweet.. Wish this could be real..

The day we met..

Frozen I held my breath..

Right from the start..

I knew that I found the home for my heart

Beats fast colors and promises

How to be brave

How can I love when I’m afraid to fall..

But watching you stand alone

All of my doubt suddenly goes away somehow..

One step closer..

 

Bagian lagu ini menggambarkan pertemuan pertama mereka yang menegangkan untuk Edward, dan membingungkan untuk Bella. Keragu-raguan Edward akhirnya perlahan sirna melihat keberanian Bella menghadapinya sebagai seorang vampir.

 

I have died everyday waiting for you

Darling don’t be afraid I have loved you

For a thousand years..

I’ll love you for a thousand more..

 

Refrain lagu ini menunjukkan kesetiaan dan cinta yang mendalam. Mereka masing-masing telah menemukan belahan jiwa. Tak akan mereka lepaskan dalam keabadian mereka.

 

Time stands stills..

Beauty in all she is

I will be brave, I will not let anything

Take away what’s standing in front of me

Every breath, every hour has come to this

One step closer..

 

I have died everyday waiting for you

Darling don’t be afraid I have loved you

For a thousand years..

I’ll love you for a thousand more..

 

And all along I believed I would find you

Time has brought your heart to me

I have loved you for a thousand years..

I’ll love you for a thousand more..

 
Forever.. Kata itu meluncur dari pasangan ini di akhir kisah. Kekuatan cinta telah membawa mereka ke dalam rangkaian kejadian yang berliku, penuh aral dan duri, tapi sangat mengesankan..

 
Layar memperlihatkan lembaran-lembaran terakhir novel Breaking Dawn.. Aku pun berdiri sambil menyenandungkan lagunya.. I’ll love you for a thousand more...

 

 

Selasa, 27 November 2012


BUKAN YANG BESAR MENGALAHKAN YANG KECIL,

TAPI YANG CEPAT MENGALAHKAN YANG LAMBAT

 

 

Slogan atau kata-kata bijak ini terpampang di suatu papan reklame PT Astra Otoparts, Sunter - Jakarta. Kalimat penyusunnya memang relatif sederhana  dan kata-kata ini mungkin cukup familiar di telinga kita. Walaupun begitu setelah saya cermati dan renungkan kembali, begitu dalam makna dan maksud yang terkandung di dalamnya.

 

Bercermin dari kebiasaan dan nilai yang dipercaya  di negeri ini secara turun temurun, orang yang semakin “besar” pengaruh dan kedudukannya, pasti akan dengan mudah mengalahkan yang lebih “kecil” pengaruh atau kedudukannya. Hal ini bisa dilihat dari sejarah bagaimana rakyat kecil dan para abdi dalem yang begitu tunduk pada perintah juragannya, raja, maupun kompeni, apa pun perintah mereka. Atau pada zaman orde baru, di mana kebebasan dan kreatifitas  rakyat begitu dikendalikan dengan batasan-batasan yang ketat dari pemerintah.

 

Akan tetapi seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman yang begitu cepat dan dinamis, semakin pudarlah nilai-nilai tersebut. Di era globalisasi ini bukan yang ‘besar’ lagi yang mengalahkan yang ‘kecil’, tapi yang lebih ‘cepat’-lah yang akan mengalahkan yang ‘lambat’. Begitu ketatnya berbagai persaingan di masa kini, sehingga menuntut kita untuk senantiasa ikut berubah dengan berkembangnya zaman. Sebagian perusahaan-perusahaan besar yang dahulu berjaya, sedikit demi sedikit ‘berguguran’ dalam persaingannya dengan perusahaan lain yang lebih cepat berubah dengan zaman. Contohnya PT Matahari Putra Prima yang mengelola Matahari Dept Store, akhir-akhir ini sudah hampir semua ditutup dan  semakin tidak terdengar gaungnya, dikalahkan oleh berbagai factory outlet yang lebih inovatif dan mengerti dalam mengakomodir selera pasar yang terus berubah.

 

Saya tertarik juga untuk membahas istilah ‘cepat’ di sini dalam hal hubungannya dengan dunia kerja dan pengembangan diri. Sejalan dengan berubahnya zaman, standar yang disyaratkan di dunia kerja pun semakin tinggi. Kita semakin dituntut untuk lebih mengembangkan kompetensi kita baik dalam ‘hard-skill’ maupun ‘soft-skill’. Dalam hal ‘hard-skill’, kita senantiasa harus meng-update kemampuan kita di bidang teknis, seperti misalnya aplikasi komputer, penguasaan bahasa Inggris atau asing lainnya, pengetahuan bisnis yang berhubungan dengan pekerjaan kita, dan lain-lain. Dalam hal ‘soft-skill’ kita harus terus meningkatkan kemampuan dalam hal leadership, people skill, maupun maturity sebagai orang dewasa yang akan membuat kita lebih cermat dan penuh pertimbangan dalam hal pengambilan keputusan.

 

Walaupun demikian, kebanyakan dari kita begitu sulit untuk bisa menjadi yang ‘cepat’ tersebut. Kendala budaya  yang cenderung ‘nrimo’ dengan keadaan yang ada, menjadi salah satu alasan kurang cepatnya orang berubah dan mau melakukan  hal yang lain dari biasanya. Orang sudah begitu aman dalam ‘comfort zone’-nya sehingga mereka menjadi malas untuk melakukan perubahan yang dirasa ‘tidak nyaman’ dan ‘tidak biasa’ meskipun mereka mengerti bahwa hal itu baik bagi perkembangan dirinya.

 

Jadi seringkali yang menghambat kita untuk menjadi ‘cepat’ adalah diri kita sendiri. Kita merasa kurang percaya diri bahwa kita sebenarnya bisa menjadi lebih ‘cepat’. Kita merasa tidak perlu untuk menjadi lebih ‘cepat’ karena kita merasa ditakdirkan menjadi orang ‘biasa-biasa’ saja. Padahal setiap orang itu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan maju. Yang membedakan hanyalah kemauan dan motivasi dirinya.

 

Oleh karena itu saya kembalikan keputusan untuk menjadi ‘cepat’ (baca: berubah) pada diri kita masing-masing. Akankah kita membiarkan diri kita ‘tergilas’ oleh kecepatan orang-orang dalam mengikuti perubahan zaman, dan perlahan-lahan kehilangan eksistensi di dunia ini? Atau sebaliknya, kita berani menerima tantangan untuk keluar dari zona kenyamanan kita dan ikut berlari dengan zaman dalam mencapai kesuksesan kita?

Pilihan ada di tangan Anda….