Rabu, 07 September 2011

EMIH - MY GENEROUS MOTHER IN LAW..


EMIH – MY GENEROUS MOTHER IN LAW..

Kutatap wajah putih keriput yang biasanya begitu ceria dan penuh senyum itu.. Matanya tertutup, mulutnya terbuka.. terbaring tak berdaya di tempat tidur Rumah Sakit Sartika Asih.. Duh Emih, kenapa jadi begini keadaannya? Baru seminggu yang lalu kita buka puasa bersama di rumah Ina di Margahayu, di tengah semua cucu-cucu.. Saat itu Emih kelihatan cukup sehat di tengah penyakit diabetes yang semakin menggerogotinya..
Emih adalah panggilan untuk mertuaku. Beliau adalah sosok yang lengkap untuk seorang mertua.. di tengah semua kelebihan dan kekurangannya sebagai seorang manusia. Beliau adalah seseorang yang sangat ‘demanding’ dalam urusan keluarganya. Perkataan beliau adalah ‘titah’ untuk semua keluarganya (termasuk semua menantunya). Meskipun terkadang aku sering menjadi pengecualiaan dikarenakan sejarah hubungan keluarga dengan beliau yang cukup unik, he he...
Sifat yang paling menonjol dari Emih adalah kemurah-hatiannya terhadap siapa pun. Beliau tidak akan tega tidak berbagi kepada tetangga terdekat (meskipun sedang di rumahku misalnya) bila kami sedang ada makanan karena syukuran atau ada oleh-oleh dari suatu tempat. Setiap kami bepergian ke mana pun, pasti beliau selalu membeli oleh-oleh untuk tetangga, bahkan untuk setiap keluarga anak-menantunya yang ikut pergi dengannya saat itu..
Emih juga pintar memasak. Dulu semasa masih sehat, beliau biasa menerima pesanan catering untuk syukuran khitanan, pernikahan dll. Masakan khasnya adalah sayur cabai hijau, sambal goreng kentang ati ampla pete, dan gepuk. Sampai sekarang pun, di tengah kondisi fisiknya yang semakin menurun, masakan ini senantiasa ada di setiap acara keluarga kami, meskipun yang masak sekarang adalah anak-menantu ataupun saudara yang biasa membantu di rumahnya.
O ya, seperti yang aku sebutkan sebelumnya, aku punya hubungan keluarga yang cukup unik dengah Emih. Jadi aku sebenarnya ada hubungan keluarga yang cukup dekat dengan Emih. Dari garis keluarga mama-ku, Emih adalah masih sebagai ‘nenek’ untukku karena kakekku masih sepupu jauh dari Emih, dan keluarga kakekku cukup dihormati oleh keluarga Emih. Itulah sebabnya, dari sejak masa pacaran dengan suamiku, aku terkesan memang sedikit di-spesial-kan oleh Emih, karena statusku sebagai cucu dari Pak Kanda Kartawidjaja, kakekku yang cukup terpandang di daerah Emih pada zamannya dulu. Emang jadi sedikit tidak adil ya.. Tapi aku kadang menikmati perlakuan spesial ini, meskipun sebenarnya hal ini membuatku menjadi menantu yang manja he he he..
Emih juga bisa menjadi sangat tegas dan galak. Seringkali Bapak mertuaku yang menjadi sasarannya kalau beliau sedang kesal atau sedang ada keinginan. Untunglah Bapak mertuaku adalah orang yang teramat sabar dan penyayang. Semua keinginan Emih, jika yang masih sanggup beliau kerjakan, pasti dilaksanakan. Pokoknya jempol deh buat Bapak mertuaku..
Aku jadi teringat suatu masa di tahun 2004, saat aku ditinggal suamiku bertugas di Jepang selama 6 bulan. Saat itu terjadi kejadian yang cukup menantang kesabaranku sebagai seorang menantu. Saat itu Emih sangat marah kepada anak angkatnya yang tinggal bersamaku dan membantu semua keperluan keluargaku. Kalau marah seperti biasa sih gak apa-apa. Tapi ini kan marahnya Emih. Tidak ada keluarga yang berkutik saat Emih marah, apalagi orang yang menjadi objek penderita penyebab kemarahannya. Nah, saat itu Sari (anak angkatnya) memang betul-betul dibuat tak berdaya dengan semua omelan dan kemarahan Emih. Awalnya aku berusaha diam saja dengan semua tindakan dan omelan Emih ke Sari. Tapi lama-lama kok aku gak tahan ya.. Aku memang sangat sensitif, dan sangat menjunjung tinggi rasa keadilan terhadap sesama manusia. Jangankan terhadap manusia, keadilan terhadap binatang pun sangat aku pedulikan. Jangan harap aku berdiam diri saat misalnya ada anak kucing yang dijahilin oleh anak-anak di komplek. Pasti aku omelin anak-anak itu dan aku lindungi si kucing dari tangan-tangan mereka. Nah, saat itu naluri kemanusiaanku tiba-tiba memuncak, dan tak tertahankan lagi saat melihat Sari menangis dan minta maaf, tapi Emih tidak memedulikannya. Amarahku langsung memuncak, dan meledak tak tertahankan lagi. Aku menangis protes dan mengurung diri di kamar. Emih kaget melihat reaksi menantunya yang mungkin berani menentangnya. Berkali-kali pintu kamarku diketuk kakak dan adik iparku yang berusaha membujukku supaya aku keluar kamar dan memintakan maaf atas perlakuan Emih dan minta memakluminya. Tapi aku bergeming. Sakit sekali rasanya melihat ketidakadilan terjadi di rumahku, meskipun itu adalah kemarahan seorang ibu terhadap anak angkatnya. Aku memang naif, dan saat itu belum banyak makan asam garam kehidupan, sehingga masih sangat reaktif terhadap kejadian yang tidak sesuai dengan prinsip hidupku. Akhirnya apa yang terjadi? Emih-lah yang datang mengetuk pintu kamarku, dan meminta maaf..! Aku pun keluar dan memaafkannya, meskipun setelah itu sempat mengungsi beberapa hari ke rumah orangtuaku untuk menenangkan diri. Fuih, betul-betul pengalaman tak terlupakan yang tak ingin diulang lagi. Maafin Nti ya Emih, mungkin hanya Nti menantu yang berani menentang Emih.. Tapi itu dilakukan karena Nti sayang Emih, dan ingin Emih tidak terlalu jauh dalam bertindak kalau sedang marah...
Kutatap lagi wajah kurus Emih di pembaringan rumah sakit. Aku agak khawatir dengan keadaannya kali ini. Akhir tahun lalu, saat dirawat di rumah sakit yang sama karena gula darahnya naik dan maag-nya kambuh, keadaanya tidak seperti sekarang. Kali ini kesadaran Emih menurun, dan omongan-omongannya tidak nyambung dengan keadaan yang sedang terjadi. Misalnya beliau kerap menyuruh orang-orang untuk segera memasak dan menyiapkan semua makanan untuk acara lebaran. Mengajak bicara cucunya yang dikiranya sebagai orang lain. Tidak mengenali orang yang datang. Atau saat sedang ngobrol, tiba-tiba tertidur atau hilang kesadaran. Duh Emih-ku sayang, meskipun aku menantu yang tidak terlalu banyak membantu Emih, tapi aku sebenarnya sayang sama Emih, dan selalu berdoa untuk kesembuhan Emih.
Pagi ini aku mendapat kabar, bahwa Emih sudah boleh pulang dari rumah sakit. Mudah-mudahan keadaannya membaik dan kami bisa merayakan lebaran tahun ini dengan Emih yang lebih sehat.
Malam ini kupanjatkan do’a : Ya Allah, lindungilah Emih dan sembuhkanlah.. Berikanlah rahmat dan hidayah-Mu kepadanya.. Berikanlah kekuatan kepadanya untuk senantiasa bersyukur dalam sakitnya. Jadikanlah sakitnya sebagai penghapus dosa-dosanya di  masa lalu. Lembutkanlah hatinya Ya Latif.. Berkahi-lah dia..
Amien.. Amien Ya Robbal Alamin..
Bandung, 15 Agustus 2011 (15 Ramadhan 1432 H), 24.00 WIBB
Menantu-mu yang manja,

Hetty

Tidak ada komentar:

Posting Komentar